Tugas Ilmu Mantiq

 

Nama               : Shafira Suci Salsabilah

NIM                : 20211497

Kelas               : IAT 2 D

Mata kuliah     : Ilmu Mantiq

 

Megkritisi Definisi, Proposisi dan Penarikan Kesimpulan Pada Sebuah Jurnal

Judul Jurnal              : Jurnal (Kaji Tindak Model Pemebelajaran Cooperatif Script untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pembelajaran PAI Materi Ikhlas, Sabar dan Pemaaf Siswa Kelas VII SMP Muara Ilmu Tahun Pelajaran 2018-2019)

Penulis                        : Saepullah, Laila Nur Habibah, dan Leni Purnama Dewi

Sumber Jurnal          : https://ejurnal.iiq.ac.id/index.php/qiroah/article/view/94

 

a.      Definisi

Terdapat banyak definisi pada jurnal di atas, diantaranya:

1.      Menurut Hopkins yang dikutip dari buku Rochiati Wiriaatmadja, penelitian  tindakan kelas  (PTK)  adalah  penelitian  yang  mengkombinasikan  prosedur  penelitian  dengan  tindakan substantif,  suatu  tindakan  yang  dilakukan  dalam  disiplin  inkuiri,  atau  suatu  usaha  seseorang untuk  memahami  apa  yang  sedang  terjadi,  sambil  terlibat  dalam  sebuah  proses  perbaikan  dan perubahan.[1]

2.      Penelitian  tindakan  kelas  adalah  penelitian  yang  dilakukan  oleh  guru  di  kelasnya dengan  cara  merencanakan,  melaksanakan,  dan  merefleksikan  tindakan  secara  kolaboratif  dan pertisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerja sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.[2]

Meurut saya penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas menggunakan suatu tindakan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar agar diperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Penelitian tindakan kelas membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena Bapak/Ibu guru harus bisa mengimplementasikan tindakan beserta variabel yang sudah dirancang untuk mencapai hasil yang dikehendaki.

3.      Observasi adalah cara atau metode menghimpun keterangan atau data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.[3]

4.      Refleksi,merupakan   kegiatan   untuk mengemukakan  kembali  apa  yang  sudah  terjadi  dan  sudah  dilakukan.[4]

Saya kira definisi terksait refleksi ini terlalu luas karena Istilah refleksi sebetulnya lebih tepat digunakan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti dan subjek peneliti, untuk bersama-sama mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Inilah inti dari dari penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik atau bagian mana yang belum.

5.      Observasi  merupakan pengamatan  yang  dilakukan  secara  alami  (naturalistic)  dimana  pengamat  harus  larut  dalam situasi  realistis  dan  alami  yang  sedang  terjadi  dan  merupakan  perhatian  terfokus  terhadap kejadian, gejala atau sesuatu.[5]

Terjadi pegulangan definisi terkait observasi yang berbeda sehingga akan membuat bingung pembaca. Mungkin penulis bisa menulis satu definisi saja atau menambahkan definisi menurut para ahli. Observasi secara umum adalah kegiatan pengamatan pada sebuah objek secara langsung dan detail untuk mendapatkan informasi yang benar terkait objek tersebut. Pengujian yang diteliti dan diamati bertujuan untuk mengumpulkan data atau penilaian.

6.      Tes adalah sebagai alat pengukur  perkembangan  dan  kemajuan  belajar  peserta  didik,  bentuk-bentuk  soal  dibedakan menjadi dua macam yakni, bentuk tes ditinjau dari segi bentuk soal, dan bentuk tes ditinjau dari segi  fungsinya.[6]

7.      Instrumen  Penelitian merupakan alat  yang  digunakan  oleh  peneliti  dalam  mengumpulkan data  agar  pekerjaannya  lebih  mudah  dan  hasilnya  lebih  baik,  lebih  cermat,  lengkap  dan sistematis.[7]

8.      Menurut   Suprijono,   hasil   belajar   adalah   pola-pola   perbuatan,   nilai-nilai,   pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.[8]

9.      Menurut  teori  Gestalt,  belajar  adalah  berkenaan  dengan  keseluruhan  individu  dan timbul  dari  interaksinya  yang  matang  dengan  lingkungannya.[9]

10.  Model Cooperative Script ialah   proses   pembelajaran   yang   efektif   sebagaimana pembelajaran kelompok lainnya, yang  membuat variasi  pola  diskusi  kelas.[10]

Menurut saya definisi di atas terlalu sempit karena lebih luasnya Pembelajaran Cooperative Script adalah pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas

11.  Model Pembelajaran Cooperative Script, menurut Dansereau dalam buku Agus Suprijono,yaitu terdapat tujuh langkah  pembelajaran Cooperative  Script.[11]

12.  Kegiatan awal yaitu kegiatan pendahuluan, sedangkan kegiatan inti adalah kegiatan yang di dalamnya   merupakan   pelaksanaan   dari   tindakan.[12]

Menurut saya definisi di atas terlalu luas karena kegiatan pendahuluan dalam belajar pada dasarnya merupakan kegiatan yang harus ditempuh guru dan siswa pada setiap kali pelaksanaan sebuah pembelajaran.

 

b.      Proposisi

1.      Pelaksanaan  pembelajaran  merupakan  tanggung jawab  guru  dalam  pengelolaan  kelas.[13]

2.      Tidak  dipungkiri   bahwa   setiap proses   belajar siswa dipengaruhi pula   oleh   faktor lingkungan,  baik  sekolah  atau  pun  luar  sekolah.[14]

3.      Pembelajaran kooperatif berbasis kepada kesadaran setiap orang yang terlibat di dalamnya, bahwa manusia  mempunyai  perbedaan.[15]

4.      Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang diangap sulit diterapkan, salah  satunya  yaitu  pembelajaran Pendidikan  Agama  Islam  (PAI).[16]

5.      Siswa dalam proses pembelajaran tersebut cenderung pasif dan tidak bisa melakukan eksplorasi dari materi yang disampaikan.[17]

6.      Penyampaian  pembelajaran PAI, sering dilaksankan  dengan  metode  pembelajaran  ceramah  atau  pemberian  tugas, sehingga mata   pelajaran   Pendidikan   Agama   Islam   dianggap   sulit   dan   membosankan.[18]

Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Menurut saya metode ini tidak selalu jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik didukung dengan alat dan media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya.

7.      Dalam  proses pembelajaran,   seorang   guru   harus   mempunyai   tujuan   yang   dicapai,   yaitu   siswa   harus mempertimbangkan pemikirannya lebih banyak dari apa yang telah dijelaskan dan dialami.[19]

8.      Cooperative  Script membantu   memotivasi   siswa   dan   mendorong   penikirannya.Dapat   meningkatkan   atau mengembangkan keterampilan berdiskusi.[20]

9.      Siswa pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin,   dengan   memasukan   ide-ide pokok dalam ringkasannya Sementara pendengar menyimak /mengoreksi /menunjukkan   ide-ide   pokok   yang   kurang   lengkap   serta   pendengar membantu mengingat atau menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau   dengan   materi   lainnya.[21]

10.  Guru sebagai observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas  belajar  siswa.[22]

 

c.       Penarikan Kesimpulan

1.      Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran, pemilihan  model,  metode  dan  media  yang  tepat  sangat  berpengaruh  dalam  menentukan    hasil belajar siswa.[23]

Penarikan kesimpulan di atas termasuk kedalam generalisasi

2.      Proses  pembelajaran,  dengan  demikian  bukan  hanya  sekedar  proses  penyampaian  ilmu pengetahuan.  Proses  pembelajaran  membutuhkan  perubahan  paradigma.  Bukan  berarti  sekedar guru  yang menyampaikan pelajaran dan siswa sebagai penerima pelajaran. Proses pembelajaran berarti  proses mengatur  lingkungan belajar. Proses  pembelajaran  demikian,  membutuhkan pembelajaran kooperatif.[24]

3.      Berdasarkan  ketentuan  tersebut penelitian  dengan  menggunakan  model  pembelajaran Cooperative  Script dapat  dihentikan  jika jumlah  siswa  yang  menguasai  materi  ajartelah  mencapai  80%,  pencapaian  tersebut  diketahui melalui perolehan hasil dari evaluasi.[25]

4.      Dengan pengunaan model pembelajaran Cooperative Scriptdapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas, karena menuntut siswa terlibat secara aktif. Dengan  siswa  terlibat  secara  aktif,  maka  kegiatan  belajar  juga  akan  menjadi  lebih  hidup  dan menyenangkan dalam belajar.[26]

Penarikan kesimpulan di atas termasuk kedalam sebab akibat

5.      Tidak  semua siswa  mampu  menerapkan  model  pembelajaran   Cooperative  Script. Sehingga  banyak  tersisa waktu  untuk  menjelakan  mengenai  model  pembelajaran  ini.[27]

Kalimat di atas terkesan rancu karena saya tidak bisa memahami maksud peulis, mungkin terdapat kesalahan peulisan dalam kata (menjelaskan)

6.      Guru  mengajar  masih menggunakan  metode  ceramah  dan  siswa  secara  umum  cenderung  pasif  saat  pembelajaran berlangsung,  hal  ini  karena  proses  pembelajaran  hanya  terpusat  pada  guru,dengan  demikian,bahwa  pembelajaran  yang  terpusat  pada  guru  kurang  menarik  dan  membuat  siswa  cenderung pasif.[28]

Namun metode ceraah juga memiliki keunggulan, bagi guru juga ringan, karena perhatiannya tidak terbagi-bagi atau terpecah-pecah. Kegiatan siswa yang sejenis itu, guru tidak perlu membagi-bagi perhatian, anak-anak serempak mendengarkan guru dan sepenuh perhatian dapat memusatkan kelas yang sedang bersama-sama mendengarkan pelajarannya.

7.      Berdasarkan  evaluasi yang  dilakukan  pada  akhir  pra  siklus, didapatkan  hasil  pembelajaran  yaitu  rata-rata  nilai  kelasadalah  4,13,  nilai  terendah  adalah  2,00.  Nilai tertinggi  adalah  6,00.[29]

8.      Adapun presentase keberhasilan nilai pencapaian KKM secara keseluruhan siswa adalah 0%.Berdasarkan tabeltersebut, tidak ada satupun  siswa  yang  dapat  mengerjakan  soal  sesuai  dengan  hasil  KKM  yang  telah  ditetapkan  yaitu sebesar 7,00.[30]

9.      Model pembelajaran cooperatif script dapat meningkatkan hasil  belajar padapembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) materi  ikhlas, sabar dan pemaaf siswa kelas VII di SMP Muara Ilmu tahun pelajaran 2018-2019. Terlihat hasil pembelajaran pada pra siklus  adalah  41,25  menjadi  80,50,  sedangkan  jumlah  rata-rata  nilai  tes  pada  pra  siklus sebesar 4,13 meningkat pada siklus Iyaitu sebesar 8,05.[31]

 

Megkritisi Definisi, Proposisi dan Penarikan Kesimpulan Pada Sebuah Jurnal

Judul Jurnal              : Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah Ki Anom Suroto

Penulis                        : Alip Nuryanto, Saepullah

Sumber Jurnal          : https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/riayah/article/view/2806

a.      Definisi

  1. Kebudayaan menurut E.B. Taylor (1871) yang dikutip oleh Soerjono Soekanto adalah pola-pola perilaku yang normatif.[32]
  2. Ki Anom Suroto menurut V.M. Clara van Groenendael, berpendapat bahwa lakon wayang yang diceritakan, sangat berkaitan erat dengan keadaan-keadaan masa kini.[33]
  3. Geertz berpendapat bahwa seni yang berkembang di Jawa adalah seni alus, seni kasar, dan seni nasional.[34]
  4. Menurut Middleton yang dikutip oleh Atho Mudzhar, bahwa penelitian agama bukan hanya sekedar membahas mengenai materi yang terdapat pada agama, akan tetapi penelitian yang lebih mengungkapkan agama sebagai suatu sistem atau sistem keagamaan yang hidup di masyarakat.[35]
  5. Penelitian kualitatif menurut Kaelan, manusia sebagai makhluk budaya yang bersifat multidimensional yang tidak hanya dapat diteliti dari prespektif yang harus dilihat oleh ilmu pengetahuan secara objektif.[36]
  6. Penelitian ini sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat, yaitu untuk menggali pengalaman individu tertentu sebagai warga dari suatu masyarakat, yang dijadikan sebagai obyek penelitian.[37]
  7. Sugiyono yang dikutip oleh Kaelan, bahwa studi dokumen adalah catatan peristiwa yang telah lalu, baik tulisan, gambar atau karya yang berkaitan dengan Ki Anom Sastro.[38]

Menurut saya studi dokumen tidak hanya pada karya yang berkaitan dengan Ki Anom Suroto. Definisi di atas terlalu sempit karena studi dokumen bisa ditujukan kepada apa saja. Studi dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian dalam rangka memperoleh informasi terkait objek penelitian.

  1. Sartono Kartodidjo yang dikutip oleh Maman Abdul Malik Sy, yang menyatakan bahwa sejarah bukan hanya mengungkapkan data historis baru, akan tetapi mampu mengungkapkan realitas sosial sebagai akibat adanya inovasi baik bersifat sosial ekonomi, politik dan kultural.[39]
  2. Menurut Poespoprodjo sebagaimana dikutip oleh Kaelan bahwa metode interpretasi adalah  menyampaikan dan merumuskan tentang makna yang terkandung dalam realitas, serta  berusaha untuk mengungkap makna terselubung ke dalam bahasa atau simbol lainnya.[40]
  3. Sartono Kartodidjo yang dikutip oleh Maman Abdul Malik Sy, menyatakan bahwa sejarah bukan hanya mengungkapkan data historis baru, akan tetapi mampu mengungkapkan realitas sosial.[41]
  4. Menurut Andi Faisal Bakti, komunikasi adalah tentang penyamaan pemahaman antara pengirim pesan dan penerima pesan, dan apa yang diketahui oleh penerima pesan. Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss berpendapat, komunikasi adalah pertukaran ide atau pemikiran, sehingga komunikasi diartikan sebagai proses berbagi pemahaman.[42]
  5. Dakwah menurut Jalaludin Rahmat, berasal dari bahasa Arab yaitu da’watan asal katanya, da’a yad’u yang berarti panggilan, ajakan seruan. Ahmad Mubarak mendefinisikan dakwah sebagai upaya mengajak kejalan Allah SWT agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Menurut M. Quraish Shihab dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dakwah menurut Muhammad Abduh, adalah menyeru kepada kebaikan, dan mencegah dari yang munkar yang diwajibkan kepada setiap muslim. Arifin mengatakan dakwah sebagai kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain secara individual maupun kelompok, supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan padanya tanpa unsur paksaan.[43]
  6. Menurut bahasa Bikol (Jawa Kuno) Prof. Kern mendefinisikan wayang adalah bayang-bayang, remang-remang.[44]

Menurut saya definisi ini masih terlalu luas karena wayang adalah seni pertunjukan berupa drama yang khas. Seni pertunjukan ini meliputi seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, seni rupa, dan lain-lain.

  1. Menurut Nederlands Indie Land Valk Geschie denis En Bestuur Bedijr En Samenleving, Wayang adalah suatu permainan bayangan pada kulit yang di bentangkan.[45]
  2. Menurut hazim amir wayang dan seni pedalangan ini dapat disebut sebagai teater total.[46]
  3. G.A.J. Hazeu berpendapat bahwa pokok pikiran untuk membuktikan asal-usul wayang kulit harus dicari dari bahasa asal, darimana datangnya istilah alat-alat atau sarana pentas yang digunakan dalam pertunjukan pertama kalinya pada zaman kuno atau semenjak pertunjukan itu masih sangat sederhana.[47]
  4. Crawfurt berpendapat bahwa orang Jawa adalah penemu drama polynesia. Sedangkan Hageman berkesimpulan, bahwa wayang diciptakan oleh Raden Panji Kertapati dalam abad XII yaitu dalam masa kejayaan kebudayaan yang dipengaruhihindu. Poensen berpendapat bahwa teori Crawfurt tersebut terlalu jauh. Sedangkan teori Hageman dianggapnya lebih mendekati kenyataan. Dan bagi poensen sendiri kemungkinan yang paling dekat dengan kenyataan ialah bahwa pertunjukan wayang mula-mula lahir diJawa dengan bantuan dan bimbingan orang Hindu.[48]
  5. Dalang adalah tukang ngomong (pembicara), dalung artinya  bohong,  dulang  adalah  tempat  untuk  mengolah  nasi.[49]
  6. Roh  ilahi  adalah sebagai  kenyataan barang konkret yang dapat ditangkap oleh akal  budi sebagai sintesa  yang  mempersatukan.  Dalam  sastra  suluk roh  ilahi bermakna  sebagai sebuah  mata  rantai  utama  yang  menghubungkan  antara  Tuhan  dan  Dunia.[50]

20.  menurut Stephen   W. Littlejohn  dan Karen A. Foss berpendapat, bahwa komunikasi adalah pertukaran ide  atau  pemikiran  secara  lisan,[51]

21.  response adalah  informasi  balik  yang  diterima pengirim pesan tentang pesan yang telah di kirimkannya.[52]

22.  barrier atau noise yaitu   gangguan   atau   kendala   yang   akan   mengganggu   pengiriman   dan penerimaan pesan secara sempurna.[53]

23.  Menurut E. F. Hagen yang dikutip oleh Wasino, bahwa tradisi  yang  turun-temurun  diwariskan  bersifat  ajek  dan  hampir  tidak  ada perubahan.  Apabila  ada  perubahan  sangat  sedikit  sekali,  tradisi,  kebiasaan  dan sikap hidup diturunkan ke setiap generasi.[54]

24.  Koentjaraningrat  yang  dikutip  oleh  Rusmin  Tumanggor,  dkk,  bahwa kebudayaan  merupakan  perwujudan  sistem  budaya,  system  sosial,  dan  artefak, sehingga kebudayaan tersusun dari kognitif, normatif, dan material.[55]

25.  Rebo  Legen adalah  suatu  peringatan  hari  lahir “weton”yang  merupakan kelahiran  Anom   Suroto.[56]

26.  Integrasi  sosial merupakan  penerimaan  kesatuan  dan  persatuan  antarpribadi,  antar kelompok, namun  tetap  mengakui  perbedaan-perbedaan  yang  dimiliki  oleh  setiap  unsur.[57]

27.  Istirja’ merupakan pernyataan kembali kepada Allah, bahwa sesungguhnya kita milik Allah dan hanya kepada-Nya kita semua akan kembali dalam  ajaran  Jawa  dikenal  sebagai “Sangkan  Paraning Dumadi”asal mula dan tujuan akhir dari semua yang di bumi ini.[58]

28.  Pakem pedalangan  yang dimaksud dalam tulisan ini  adalah panduan teknis  bagi  calon dalang yang oleh keraton  digunakan  sebagai  sarana  melestarikan  estetika  pedalangan.  Panduan teknis tersebut menyangkut bangunan pertunjukan, struktur adegan, sabet, catur, sulukan, iringan pakeliran, dan lakon.[59]

29.  Pakem sebuah  tata  cara  teknis  bagi  dalang  yang  oleh  keraton  digunakan sebagai   sarana   melestarikan   estetika   pedalangan.   Tata   cara   teknis   tersebut menyangkut  bangunan  pertunjukan,  struktur  adegan,  sabet,  catur,  sulukan, iringan pakeliran, dan lakon.[60]

Saya rasa definisi di atas terlalu sempit, karena pakem dalam kbbi adalah kuat atau mencekam

 

b.      Proposisi

  1. Dalang (walau masih dalam perdebatan) dapat mengembangkan struktur cerita, baik dari segi alurnya, atau pun unsur struktur lainnya, seperti perkembangan psikologis tokoh-tokohnya.[61]
  2. Dalang dituntut untuk selalu mengembangkan wawasannya, baik dalam berbagai isu mutakhir dalam masyarakat maupun berbagai latar belakang yang ada dalam masyarakat.[62]
  3. Penelitian lebih ditekankan bagaimana sejarah kehidupan Ki Anom Suroto dapat mempengaruhi cerita atau lakon dari lakon pewayangan yang didalangi oleh Ki Anom Suroto.[63]
  4. Penelitian ini membahas agama bukan dipahami dalam konteks ajaran, ritual atau pun mitos.[64]
  5. Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan suatu kelompok manusia, suatu kondisi, suatu obyek, suatu sistem pemikiran atau suatu peristiwa.[65]
  6. Observasi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data, yang dapat dilakukan secara langsung atau pun tidak langsung.[66]
  7. Dilakukan melalui pencatatan pertanyaan berupa pokok-pokok pertanyaan, atau berupa pencatatan pertanyaan yang sudah terstruktur.[67]
  8. pertama, kepentingan yang diperjuangan bagaimana seseorang menuturkan atau menuliskan sejarah.[68]
  9. Berbeda dengan bahasa Inggris yang menamai kata sejarah dengan History yang berarti bukan cerita (khayalan) atau fakta.[69]
  10. Kepentingan yang diperjuangan bagaimana seseorang menuturkan atau menuliskan   sejarah.[70]
  11. menurut kamus kawi bali, kamus karangan Van Der Tuuk, Hyang berarti Leluhur, atau orang Jawa mengatakanya sebagai Eyang.[71]
  12. Bila arti kata Wod, yang dihubungkan dengan wayang, maka ada persamaan seperti wayangan, layangan, sukma atau arwah leluhur.[72] 
  13. Dalam bahasa bugis “wayang atau bayang”.[73]
  14. penyajian wayang tidak hanya dilihat dari unsur seni semata-mata tetapi mempunyai fungsi penerangan/komunikasi pemerintah sejak dahulu sampai abad ke-XX ini dengan motif yang berbeda-beda pula.[74]
  15. Masyarakat yang majemuk hidup diseluruh wilayah nusantara.[75]
  16. gamelan atau musik melambangkan keharmonisan hidup dan seterusnya.[76]
  17. Wayang Indonesia telah ada sejak jaman pra sejarah.[77]
  18. Nenek moyang percaya bahwa  roh  atau arwah orang yang meninggal  itu tetap  hidup dan bisa memberi pertolongan pada yang masih hidup. Karena itu roh dipuja-puja dengan sebutan “hyang” atau “dahyang”. Para hyang ini di wujudkan dalam bentuk patung atau gambar.[78]
  19. Beliau memperkenalkan agama Islam secara luwes tanpa menghilangkan adat-istiadat /kesenian daerah.[79]

20.  Karya monumental beliau lainnya adalah acara ritual Gerebeg Maulud yang asalnya dari kegiatan tabligh/pengajian akbar yang diselenggarakan para wali di masjid Demak untuk memperingati Maulud Nabi,[80]

21.  Mismar berarti paku. Tokoh ini dijadikan pengokoh (paku) terhadap semua kebenaran yang ada atau sebagai advicer dalam mencari kebenaran terhadap segala masalah. Agama adalah pengokoh/pedoman hidup manusia.[81]

22.  Pada dasarnya   setiap   manusia   umumnya   memerlukan pamomong, mengingat lemahnya manusia, hidupnya perlu orang lain (makhluk sosial) yang dapat membantunya mengarahkan atau memberikan saran /pertimbangan.[82]

23.  Dalang  dan  wayang  adalah  gambaran  yang  cukup menggelitik dalam perspektif mistik, yakni seperti terungkap dalam Serat Centhini, Pupuh kinanti.[83]

24.  Dalang itu  adalah wujud mutlak, Wayang merupakan wujud roh Ilahi, sedangkan kelir adalah esensi yang  pasti.[84]

25.  Ketika dalang berfungsi sebagai juru dakwah atau muballig, maka dalang harus mempunyai pengetahuan agama.[85]

26.  dalang  sebagian  orang  menyebutnya  sebagai  penerus  para  wali.[86]

27.  Andi   Faisal   Bakti menegaskan   komunikasi   yang   dilakukanoleh   dalang   seharusnya   dapat memberikan efek yang bermanfaat untuk para penontonnya, sekaligus memiliki efek memuaskan.[87]

28.  Ki Anom Suroto sebagai seorang dalang, tidak bisa terlepas dari sejarah  kehidupan  yang  ia  lalui.[88]

29.  Ki  Anom  Suroto  adalah  seorang  dalang  yang memang  lahir  dari  keluarga  dalang.[89]

30.  Kakek Anom  Suroto  Ki  Harjomartoyo,  adalah  dalang  yang  sangat  dikenal  di  kalangan masyarakat Surakarta.[90]

31.  Pegelaran wayang, yang digelar dengan didalangi oleh Ki Hardjomartoyo  selalu  ditonton  oleh  masyarakat.[91]

32.  Ki  Hardjodarsono  adalah  kakek  Ki  Anom  Suroto.[92]

33.  Ki  Anom  Suroto  merupakan  anak  pertama  dari  sebelas  bersaudara.[93]

34.  Ki Anom   Suroto   sebagai   manusia   tidak   bisa   terpisahkan   dengan kebudayaan   dan   kebudayaan   yang   dikembangkannya.[94]

35.  Ki   Anom   Suroto merupakan  penganut  kebudayaan  dan  sekaligus pembawa  kebudayaan  yaitu wayang sebagai budaya asli Jawa.[95]

36.  Ki Anom Suroto sebagai seorang subjek sejarah, merupakan seorang tokoh yang  sangat  penting  dalam  lestarinya  kebudayaan  Jawa,  dalam  hal  ini  wayang.[96]

37.  Kehebatan  Ki  Anom  Suroto  sebagai  seorang  pedalang  dikukhkan  pula dengan  berbagai  penghargaan.[97]

38.  Ki  Anom  Suroto  memang  seorang  yang  tidak  bisa  lepas  dari  dalang.[98]

39.  Ki Anom Suroto selalu terlibat pada setiap kegiatan sosial kemasyarakatan: Ronda, Kerja bakti, menjadi panitia dalam setiap  kegiatan  warga.[99]

40.  Sampai  saat  ini  belum  ada  dalang  yang  mengalahkan  ketenaran  dan kemahalan dalam honorariun untuk mengundang atau menanggap Anom Suroto.[100]

41.  Ki  Anom  Suroto,  adalah  orang  yang  sangat  sadar  bahwa  budaya,  dalam hal ini seni pagelaran wayang.[101]

42.  Gangguan  atau  kendala yang akan mengganggu pagelaran yang dilakukan oleh Ki Anom Suroto dapat di atasi  oleh  Ki  Anom  Suroto.  Gangguan  yang  biasa  terjadi  adalahgangguan berbentuk-bentuk  seperti  bahasa  yang  di  gunakan,  media  yang  di  pakai,  cara penulisan lakon, atau kendala sederhana lainnya seperti suara-suara yang datang dari  luar  yang  tak  dapat  dikontrol  oleh  pedalang  sehingga  pesan  yang  dikirim tidak sampai kepada  pendengar.[102]

 

c.       Penarikan kesimpulan

  1. Disimpulkan bahwa sejarah diartikan sebagai pohon  hidup,  yang  dimulai  dari  biji  yang  ditanam,  akar  yang  tumbuh,  batang yang  meninggi,  cabang  yang  mengembang,  ranting  yang  menyebar  sampai  ke dahan yang patah tumbuh hilang berganti.[103]

Penarikan kesimpulan ini termasuk geeralisasi

  1. Keberhasilan para wali dalam mengembangkan dakwah Islam bukan hanya berlandaskan kepada kebijaksanaan, penuh kasih dalam bertegur sapa dan sopan santun, akan tetapi dalam bertutur kata sangat toleran dan akomodatif terhadap budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga diterima di pulau Jawa dalam waktu yang singkat.[104]

Penarikan kesimpulan ini termasuk sebab akibat

  1. Dapat disimpulkan bahwa wayang artinya adalah bayangan yang bergoyang, bolak-balik (berulang-ulang) atau mondar-mandir tidak tetap tempatnya[105]

Penarikan kesimpulan ini termasuk generalisasi

  1. Dapat disimpulkan bahwa wayang dapat digunakan sebagai media peraga, oleh orang yang membawakannya.[106]

Penarikan kesimpulan di atas termasuk generalisasi

  1. Sehingga  jika digabungkan arti dalang adalah suka berbohong untuk mendapatkan sesuap nasi.[107]
  2. Pandangan  ini  mengisyaratkan  bahwa  Tuha  ibarat  Dalang  yang  menggerakkan wayang  (manusia).  Manusia  sebagai  pancaran  tuhan  yang  sama-sama  berada dalam alam smesta (kelir).[108]
  3. Maksudnya adalah sebagai berikut yang digunakan perumpamaan sebagai Gusti dan manusia, tidak lain seperti kaitan antara dalang dan wayang. Dalang adalah symbol yang dipuji dan wayang adalah symbol yang memuji.[109]
  4. menurut Stephen   W. Littlejohn  dan Karen A. Foss berpendapat, bahwa komunikasi adalah pertukaran ide  atau  pemikiran  secara  lisan,  sehingga  pesan  yang  ingin  ditransmisikan  atau dikirimkan,  merupakan  informasi  yang  dapat  dipahami  atau  dapat  dimengerti oleh para penontonnya.[110]
  5. Oleh karena itu komunikasi yang dijalin oleh dalang dengan penontonnya,  merupakan  komunikasi  yang  tidak  mungkin  terjalin  tanpa  ada kesadaran terhadap penerima pesan komunikasi, tentang apa yang bisa dimaknai dari  pesan  yang  diterima  dan  apa  yang  akan  di  lakukan  dengan  pesan  yang  di terima tersebut.[111]
  6. Ki  Hardjodarsono  adalah  kakek  Ki  Anom  Suroto,  mempunyai kesamaan sebagai dalang. Kesamaan yang dimaksud adalah ketiganya memiliki dasar suara yang bagus, dan disetiap pagelaran yang dilakukan mempunyai lakon atau  cerita  memiliki  kelebihan semu,artinya  di  setiap  lawakan  atau  guyonan terkesan lucu.[112]

Penarikan kesimpulan di atas termasuk generalisai

  1. Subjek  sejarah  tidak  bisa  dimiliki  oleh  selain  manusia  seperti  tumbuhan  dan hewan, meskipun keduanya mempunyai rentang waktu dalam perkembangannya,  sehingga  tumbuhan  dan  hewan  walaupun  berkembang  dari masa   ke   masa  tetap   tidak   memiliki   sejarah.  Sejarah   hanyalah   menyangkut aktivitas manusia dalam ruang dan waktu, sehingga manusia, ruang dan waktu merupakan  faktor  penentu  terbentuknya  sejarah.[113]
  2. Penghargaan yang didapat baik dari dalam negri maupun dari luar negri, dapat  dipahami  bahwa  Ki  Anom  Suroto  bergaul  dengan  berbagai  kelompok sosial. Ki Anom Suroto bergaul erat bukan hanya dengan masyarakat yang ada di sekeliling rumahnya akan tetapi ia pun bergaul lebih luas lagi dengan masyarakat duni. Pergaulan itulah yang menunjukkan Ki Anom Suroto ini sangat erat dengan di mana ia tinggal dan bersama siapa ia bergaul.[114]
  3. Pengetahuan  dan  latar  belakang  kemampuan  ilmu  yang  dimiliki  oleh  Ki Anom Suroto, dapat terlihat dalam penceritaan lakon. Lakon yang diceritakan dan gaya pendalangan Ki Anom Suroto sangat terpengaruh dengan pengetahuan yang dimilikinya.85Sehingga  Ki  Anom  Suroto  dalam  setiap  mendalang  memiliki  ciri dan karateristik dalam melakukan pementasan wayang.[115]
  4. Perbedaan, gaya  Surakarta,  Yogyakarta  dan  Banyumasan,  adalah  meliputi  sabetan  (gerak wayang), jantunan (cerita dhalang yang di deklamasikan dan diiringi oleh suara gamelan  yang  ditabuh  lirih  pelan-pelan),  cariyos  atau  kandha,  Ginem  atau Pocapan,  Suluk,  Tembang,  Dhodhogan,  Kepyakan  atau  keprakan,  Gerong (koor pria), dan Shindenan (nyanyian sinden).[116]
  5. Adapun sisi persamaan dari tiga versi tersebut, secara umum terletak pada alur ceritanya yang kebanyakan digubah dari kitab aslinya, yaitu kitab Ramayanadan Mahabarata sebagai  kbagian  dari  kitab  agama  Hindu,  semuanya  mengandung  ajaran  nila moral  yang  mempunyai  tujuan  utama  yaitu  memberikan  petunjuk  ‘Hudan’ kepada  manusi  menuju  jalan  yang  baik  dan  benar  jalan  yang  dikehendaki  oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk memacu cipta, rasa dan karsa manusia agar tergugah untuk  ikut  memperindah bebrayan  agunguntuk  ikut mahayu  hayuning  bawana sebagai rahmah li al-‘alamin.[117]
  6. Perbedaan  dalam  hal  apa  pun,  seperti  budaya,  merupakan  hal  yang niscaya.  Budaya  tidak  bisa  dipahami  secara  stereotipe,  dengan  mengeneralisir sikap secara keseluruhan. Budaya tidak ada yang lebih unggul dari budaya yang lain.   justru   yang   baik   adalah   bagaimana   antar   budaya   tersebut   dapat dikomunikasikan.[118]

Penarikan kesimpulan ini termasuk generalisasi

  1. Akan tetapi  ki  Anom  Suroto,  berprinsip  bahwa  yang  terpenting  adalah  substansi  dari pesan  yang  diterima  oleh  para  penontonnya.  Oleh  karena  itu  wajar  apabila  ki Anom Suroto disebut juga sebagai manipulator dan pencipta kebudayaan.[119]

Penarikan kesimpulan ini termasuk ke dalam sebab akibat

  1. Hidup di dunia ibarat  hanya  singgah  sebantar  untuk  minum.  Oleh  karena  itu  pandangan  Jawa tentang dunia yang fana’ini disebut sebagai alam madya atau mayapadya artinya alam yang terletak di tengah antara alam purwadan wasana, tetapi alam purwadan alam wasanaitu hakekatnya satu. 175
  2. Pagelaran wayang yang dilakukan oleh Ki Anom Suroto, cendrung tidak mengalami  gangguan  yang  berarti.  Pagelaran  Ki  Anom  Suroto  justru  sangat disukai oleh masyarakat, karena lakon yang diceritakan menggunakan bahasa dan cerita   yang   disesuaikan   dengan   situasi   dan   kondisi   yang   terdapat   pada masyarakat.  cerita  atau  lakon  yang  dimainkan  selalu  ada  penyesuaian  dengan situasi yang ada di masyarakat.Akan   tetapi   gangguan   masih   tetap   ada   terlebih   dari   sebagian   kecil kelompok masyarakat yang kurang toleran terhadap hidupnya kebudayaan atau seni yang ada pada masyarakat. gangguan atau cendrung disebut tantangan bagi para dalang, termasuk Ki Anom Suroto adalah terdapat sekelompok masyarakat atau   organisasi   keagamaan   yang   mengatakan   bahwa   kesenian   wayang   itu musyrik.[120]


[1] Saepullah, Laila Nur Habibah, and Leni Purnama Dewi, “Kaji Tindak Model Pemebelajaran Cooperatif Script untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pembelajaran PAI Materi  Ikhlas, Sabar dan Pemaaf Siswa Kelas VII SMP Muara Ilmu Tahun Pelajaran 2018-2019” 9, no. 1 (2019): hlm. 31.

[2] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.

[3] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.

[4] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.

[5] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.

[6] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.

[7] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.

[8] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 33.

[9] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 33.

[10] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 34.

[11] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 34.

[12] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 37.

[13] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 30.

[14] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 30.

[15] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.

[16] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.

[17] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.

[18] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.

[19] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 34.

[20] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 35.

[21] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 37.

[22] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 37.

[23] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 30.

[24] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.

[25] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 33.

[26] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 34.

[27] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 35.

[28] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 35.

[29] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 36.

[30] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 38.

[31] Saepullah, Nur Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 38.

[32] Alip Nuryanto and Saepullah Saepullah, “Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah KI Anom Suroto,” Ri’ayah: Jurnal Sosial dan Keagamaan 5, no. 02 (January 12, 2021): hlm. 153, https://doi.org/10.32332/riayah.v5i02.2806.

[33] Nuryanto and Saepullah, hlm. 154.

[34] Nuryanto and Saepullah, hlm. 154.

[35] Nuryanto and Saepullah, hlm. 154.

[36] Nuryanto and Saepullah, hlm. 155.

[37] Nuryanto and Saepullah, hlm. 154.

[38] Nuryanto and Saepullah, hlm. 156.

[39] Nuryanto and Saepullah, hlm. 156.

[40] Nuryanto and Saepullah, hlm. 156.

[41] Nuryanto and Saepullah, hlm. 157.

[42] Nuryanto and Saepullah, hlm. 158.

[43] Nuryanto and Saepullah, hlm. 158.

[44] Nuryanto and Saepullah, hlm. 159.

[45] Nuryanto and Saepullah, hlm. 160.

[46] Nuryanto and Saepullah, hlm. 161.

[47] Nuryanto and Saepullah, hlm. 162.

[48] Nuryanto and Saepullah, hlm. 162.

[49] Nuryanto and Saepullah, hlm. 165.

[50] Nuryanto and Saepullah, hlm. 165.

[51] Nuryanto and Saepullah, hlm. 166.

[52] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[53] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[54] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[55] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[56] Nuryanto and Saepullah, hlm. 172.

[57] Nuryanto and Saepullah, hlm. 173.

[58] Nuryanto and Saepullah, hlm. 174.

[59] Nuryanto and Saepullah, hlm. 175.

[60] Nuryanto and Saepullah, hlm. 176.

[61] Nuryanto and Saepullah, hlm. 153.

[62] Nuryanto and Saepullah, hlm.  153.

[63] Nuryanto and Saepullah, hlm. 155.

[64] Nuryanto and Saepullah, hlm. 155.

[65] Nuryanto and Saepullah, hlm. 155.

[66] Nuryanto and Saepullah, hlm. 155.

[67] Nuryanto and Saepullah, hlm. 155.

[68] Nuryanto and Saepullah, hlm. 156.

[69] Nuryanto and Saepullah, hlm. 156.

[70] Nuryanto and Saepullah, hlm. 157.

[71] Nuryanto and Saepullah, hlm. 160.

[72] Nuryanto and Saepullah, hlm. 160.

[73] Nuryanto and Saepullah, hlm. 160.

[74] Nuryanto and Saepullah, hlm. 160.

[75] Nuryanto and Saepullah, hlm. 160.

[76] Nuryanto and Saepullah, hlm. 161.

[77] Nuryanto and Saepullah, hlm. 161.

[78] Nuryanto and Saepullah, hlm. 162.

[79] Nuryanto and Saepullah, hlm. 163.

[80] Nuryanto and Saepullah, hlm. 163.

[81] Nuryanto and Saepullah, hlm. 163.

[82] Nuryanto and Saepullah, hlm. 164.

[83] Nuryanto and Saepullah, hlm. 165.

[84] Nuryanto and Saepullah, hlm. 165.

[85] Nuryanto and Saepullah, hlm. 166.

[86] Nuryanto and Saepullah, hlm. 166.

[87] Nuryanto and Saepullah, hlm. 166.

[88] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[89] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[90] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[91] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[92] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[93] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[94] Nuryanto and Saepullah, hlm. 168.

[95] Nuryanto and Saepullah, hlm. 168.

[96] Nuryanto and Saepullah, hlm. 168.

[97] Nuryanto and Saepullah, hlm. 169.

[98] Nuryanto and Saepullah, hlm. 169.

[99] Nuryanto and Saepullah, hlm. 170.

[100] Nuryanto and Saepullah, hlm. 171.

[101] Nuryanto and Saepullah, hlm. 172.

[102] Nuryanto and Saepullah, hlm. 177.

[103] Nuryanto and Saepullah, hlm. 157.

[104] Nuryanto and Saepullah, hlm. 159.

[105] Nuryanto and Saepullah, hlm. 160.

[106] Nuryanto and Saepullah, hlm. 164.

[107] Nuryanto and Saepullah, hlm. 165.

[108] Nuryanto and Saepullah, hlm. 165.

[109] Nuryanto and Saepullah, hlm. 165.

[110] Nuryanto and Saepullah, hlm. 166.

[111] Nuryanto and Saepullah, hlm. 166.

[112] Nuryanto and Saepullah, hlm. 167.

[113] Nuryanto and Saepullah, hlm. 168.

[114] Nuryanto and Saepullah, hlm. 170.

[115] Nuryanto and Saepullah, hlm. 170.

[116] Nuryanto and Saepullah, hlm. 171.

[117] Nuryanto and Saepullah, hlm. 172.

[118] Nuryanto and Saepullah, hlm. 172-173.

[119] Nuryanto and Saepullah, hlm. 173.

[120] Nuryanto and Saepullah, hlm. 174.

Komentar