Tugas Ilmu Mantiq
Nama :
Shafira Suci Salsabilah
NIM :
20211497
Kelas : IAT 2 D
Mata kuliah : Ilmu Mantiq
Megkritisi Definisi, Proposisi dan Penarikan Kesimpulan Pada Sebuah
Jurnal
Judul Jurnal : Jurnal (Kaji
Tindak Model Pemebelajaran Cooperatif Script untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Pada Pembelajaran PAI Materi Ikhlas, Sabar dan Pemaaf Siswa Kelas VII SMP Muara
Ilmu Tahun Pelajaran 2018-2019)
Penulis : Saepullah, Laila Nur Habibah, dan Leni Purnama Dewi
Sumber Jurnal : https://ejurnal.iiq.ac.id/index.php/qiroah/article/view/94
a.
Definisi
Terdapat banyak definisi pada jurnal di atas, diantaranya:
1.
Menurut
Hopkins yang dikutip dari buku Rochiati Wiriaatmadja, penelitian tindakan kelas (PTK)
adalah penelitian yang
mengkombinasikan prosedur penelitian
dengan tindakan substantif, suatu
tindakan yang dilakukan
dalam disiplin inkuiri,
atau suatu usaha
seseorang untuk memahami apa
yang sedang terjadi,
sambil terlibat dalam
sebuah proses perbaikan
dan perubahan.[1]
2.
Penelitian tindakan
kelas adalah penelitian
yang dilakukan oleh
guru di kelasnya dengan cara
merencanakan, melaksanakan, dan
merefleksikan tindakan secara
kolaboratif dan pertisipatif
dengan tujuan memperbaiki kinerja sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa
dapat meningkat.[2]
Meurut saya
penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas
menggunakan suatu tindakan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar
agar diperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Penelitian tindakan kelas
membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena Bapak/Ibu guru harus bisa
mengimplementasikan tindakan beserta variabel yang sudah dirancang untuk
mencapai hasil yang dikehendaki.
3.
Observasi
adalah cara atau metode menghimpun keterangan atau data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang
sedang dijadikan sasaran pengamatan.[3]
4.
Refleksi,merupakan kegiatan
untuk mengemukakan kembali apa
yang sudah terjadi
dan sudah dilakukan.[4]
Saya kira
definisi terksait refleksi ini terlalu luas karena Istilah refleksi sebetulnya
lebih tepat digunakan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan,
kemudian berhadapan dengan peneliti dan subjek peneliti, untuk bersama-sama
mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Inilah inti dari dari penelitian
tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada pengamat tentang
hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik atau bagian mana yang belum.
5.
Observasi merupakan pengamatan yang
dilakukan secara alami
(naturalistic) dimana pengamat
harus larut dalam situasi
realistis dan alami
yang sedang terjadi
dan merupakan perhatian
terfokus terhadap kejadian,
gejala atau sesuatu.[5]
Terjadi
pegulangan definisi terkait observasi yang berbeda sehingga akan membuat
bingung pembaca. Mungkin penulis bisa menulis satu definisi saja atau
menambahkan definisi menurut para ahli. Observasi secara umum adalah kegiatan
pengamatan pada sebuah objek secara langsung dan detail untuk mendapatkan
informasi yang benar terkait objek tersebut. Pengujian yang diteliti dan
diamati bertujuan untuk mengumpulkan data atau penilaian.
6.
Tes adalah sebagai alat pengukur perkembangan
dan kemajuan belajar
peserta didik, bentuk-bentuk
soal dibedakan menjadi dua macam
yakni, bentuk tes ditinjau dari segi bentuk soal, dan bentuk tes ditinjau dari
segi fungsinya.[6]
7.
Instrumen Penelitian merupakan alat yang
digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah
dan hasilnya lebih
baik, lebih cermat,
lengkap dan sistematis.[7]
8.
Menurut Suprijono,
hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan.[8]
9.
Menurut
teori Gestalt, belajar
adalah berkenaan dengan
keseluruhan individu dan timbul
dari interaksinya yang matang dengan
lingkungannya.[9]
10. Model Cooperative Script ialah proses
pembelajaran yang efektif
sebagaimana pembelajaran kelompok lainnya, yang membuat variasi pola
diskusi kelas.[10]
Menurut saya definisi di atas
terlalu sempit karena lebih luasnya Pembelajaran Cooperative Script adalah
pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan sosial
siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok
masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas
11.
Model Pembelajaran Cooperative Script, menurut
Dansereau dalam buku Agus Suprijono,yaitu terdapat tujuh langkah pembelajaran Cooperative Script.[11]
12. Kegiatan awal yaitu kegiatan
pendahuluan, sedangkan kegiatan inti adalah kegiatan yang di dalamnya merupakan
pelaksanaan dari tindakan.[12]
Menurut saya definisi di atas
terlalu luas karena kegiatan pendahuluan dalam belajar pada dasarnya merupakan
kegiatan yang harus ditempuh guru dan siswa pada setiap kali pelaksanaan sebuah
pembelajaran.
b.
Proposisi
1.
Pelaksanaan pembelajaran
merupakan tanggung jawab guru
dalam pengelolaan kelas.[13]
2.
Tidak dipungkiri
bahwa setiap proses belajar siswa dipengaruhi pula oleh
faktor lingkungan, baik sekolah
atau pun luar
sekolah.[14]
3.
Pembelajaran
kooperatif berbasis kepada kesadaran setiap orang yang terlibat di dalamnya,
bahwa manusia mempunyai perbedaan.[15]
4.
Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang diangap sulit diterapkan,
salah satunya yaitu
pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI).[16]
5.
Siswa
dalam proses pembelajaran tersebut cenderung pasif dan tidak bisa melakukan
eksplorasi dari materi yang disampaikan.[17]
6.
Penyampaian pembelajaran PAI, sering dilaksankan dengan
metode pembelajaran ceramah
atau pemberian tugas, sehingga mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam
dianggap sulit dan
membosankan.[18]
Ceramah
adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Menurut saya metode ini tidak
selalu jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik didukung
dengan alat dan media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan
penggunaannya.
7.
Dalam proses pembelajaran, seorang
guru harus mempunyai
tujuan yang dicapai,
yaitu siswa harus mempertimbangkan pemikirannya lebih
banyak dari apa yang telah dijelaskan dan dialami.[19]
8.
Cooperative Script membantu memotivasi
siswa dan mendorong
penikirannya.Dapat
meningkatkan atau mengembangkan
keterampilan berdiskusi.[20]
9.
Siswa
pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukan ide-ide pokok dalam
ringkasannya Sementara pendengar menyimak /mengoreksi /menunjukkan ide-ide
pokok yang kurang
lengkap serta pendengar membantu mengingat atau menghafal
ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan
materi lainnya.[21]
10.
Guru
sebagai observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar
siswa.[22]
c.
Penarikan Kesimpulan
1.
Hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran,
pemilihan model, metode
dan media yang
tepat sangat berpengaruh
dalam menentukan hasil belajar siswa.[23]
Penarikan
kesimpulan di atas termasuk kedalam generalisasi
2.
Proses pembelajaran,
dengan demikian bukan
hanya sekedar proses
penyampaian ilmu
pengetahuan. Proses pembelajaran
membutuhkan perubahan paradigma.
Bukan berarti sekedar guru
yang menyampaikan pelajaran dan siswa sebagai penerima pelajaran. Proses
pembelajaran berarti proses
mengatur lingkungan belajar. Proses pembelajaran
demikian, membutuhkan
pembelajaran kooperatif.[24]
3.
Berdasarkan ketentuan
tersebut penelitian dengan menggunakan
model pembelajaran
Cooperative Script dapat dihentikan
jika jumlah siswa yang
menguasai materi ajartelah
mencapai 80%, pencapaian
tersebut diketahui melalui perolehan
hasil dari evaluasi.[25]
4.
Dengan
pengunaan model pembelajaran Cooperative Scriptdapat meningkatkan keaktifan
siswa di dalam kelas, karena menuntut siswa terlibat secara aktif. Dengan siswa
terlibat secara aktif,
maka kegiatan belajar
juga akan menjadi
lebih hidup dan menyenangkan dalam belajar.[26]
Penarikan
kesimpulan di atas termasuk kedalam sebab akibat
5.
Tidak semua siswa
mampu menerapkan model pembelajaran
Cooperative Script. Sehingga banyak
tersisa waktu untuk menjelakan
mengenai model pembelajaran
ini.[27]
Kalimat di
atas terkesan rancu karena saya tidak bisa memahami maksud peulis, mungkin
terdapat kesalahan peulisan dalam kata (menjelaskan)
6.
Guru mengajar
masih menggunakan metode ceramah
dan siswa secara
umum cenderung pasif
saat pembelajaran
berlangsung, hal ini
karena proses pembelajaran
hanya terpusat pada
guru,dengan demikian,bahwa pembelajaran
yang terpusat pada
guru kurang menarik
dan membuat siswa
cenderung pasif.[28]
Namun
metode ceraah juga memiliki keunggulan, bagi guru juga ringan, karena
perhatiannya tidak terbagi-bagi atau terpecah-pecah. Kegiatan siswa yang
sejenis itu, guru tidak perlu membagi-bagi perhatian, anak-anak serempak
mendengarkan guru dan sepenuh perhatian dapat memusatkan kelas yang sedang
bersama-sama mendengarkan pelajarannya.
7. Berdasarkan evaluasi yang
dilakukan pada akhir
pra siklus, didapatkan hasil
pembelajaran yaitu rata-rata
nilai kelasadalah 4,13,
nilai terendah adalah
2,00. Nilai tertinggi adalah
6,00.[29]
8. Adapun presentase keberhasilan
nilai pencapaian KKM secara keseluruhan siswa adalah 0%.Berdasarkan
tabeltersebut, tidak ada satupun
siswa yang dapat mengerjakan
soal sesuai dengan
hasil KKM yang
telah ditetapkan yaitu sebesar 7,00.[30]
9.
Model
pembelajaran cooperatif script dapat meningkatkan hasil belajar padapembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) materi ikhlas, sabar dan
pemaaf siswa kelas VII di SMP Muara Ilmu tahun pelajaran 2018-2019. Terlihat
hasil pembelajaran pada pra siklus
adalah 41,25 menjadi
80,50, sedangkan jumlah
rata-rata nilai tes
pada pra siklus sebesar 4,13 meningkat pada siklus
Iyaitu sebesar 8,05.[31]
Megkritisi Definisi, Proposisi dan Penarikan Kesimpulan Pada Sebuah
Jurnal
Judul Jurnal : Wayang Kulit
Sebagai Media Dakwah Ki Anom Suroto
Penulis : Alip Nuryanto, Saepullah
Sumber Jurnal : https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/riayah/article/view/2806
a.
Definisi
- Kebudayaan menurut E.B. Taylor (1871) yang
dikutip oleh Soerjono Soekanto adalah pola-pola perilaku yang normatif.[32]
- Ki Anom Suroto menurut V.M. Clara van
Groenendael, berpendapat bahwa lakon wayang yang diceritakan, sangat
berkaitan erat dengan keadaan-keadaan masa kini.[33]
- Geertz berpendapat bahwa seni yang
berkembang di Jawa adalah seni alus, seni kasar, dan seni nasional.[34]
- Menurut Middleton yang dikutip oleh Atho
Mudzhar, bahwa penelitian agama bukan hanya sekedar membahas mengenai
materi yang terdapat pada agama, akan tetapi penelitian yang lebih
mengungkapkan agama sebagai suatu sistem atau sistem keagamaan yang hidup
di masyarakat.[35]
- Penelitian kualitatif menurut Kaelan,
manusia sebagai makhluk budaya yang bersifat multidimensional yang tidak
hanya dapat diteliti dari prespektif yang harus dilihat oleh ilmu
pengetahuan secara objektif.[36]
- Penelitian ini sesuai dengan pendapat
Koentjaraningrat, yaitu untuk menggali pengalaman individu tertentu
sebagai warga dari suatu masyarakat, yang dijadikan sebagai obyek
penelitian.[37]
- Sugiyono yang dikutip oleh Kaelan, bahwa studi
dokumen adalah catatan peristiwa yang telah lalu, baik tulisan, gambar
atau karya yang berkaitan dengan Ki Anom Sastro.[38]
Menurut saya studi
dokumen tidak hanya pada karya yang berkaitan dengan Ki Anom Suroto. Definisi
di atas terlalu sempit karena studi dokumen bisa ditujukan kepada apa saja.
Studi dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan
kepada subjek penelitian dalam rangka memperoleh informasi terkait objek
penelitian.
- Sartono Kartodidjo yang dikutip oleh Maman
Abdul Malik Sy, yang menyatakan bahwa sejarah bukan hanya mengungkapkan
data historis baru, akan tetapi mampu mengungkapkan realitas sosial
sebagai akibat adanya inovasi baik bersifat sosial ekonomi, politik dan
kultural.[39]
- Menurut Poespoprodjo sebagaimana dikutip
oleh Kaelan bahwa metode interpretasi adalah menyampaikan dan merumuskan tentang
makna yang terkandung dalam realitas, serta berusaha untuk mengungkap makna
terselubung ke dalam bahasa atau simbol lainnya.[40]
- Sartono Kartodidjo yang dikutip oleh Maman
Abdul Malik Sy, menyatakan bahwa sejarah bukan hanya mengungkapkan data
historis baru, akan tetapi mampu mengungkapkan realitas sosial.[41]
- Menurut Andi Faisal Bakti, komunikasi
adalah tentang penyamaan pemahaman antara pengirim pesan dan penerima
pesan, dan apa yang diketahui oleh penerima pesan. Stephen W. Littlejohn
dan Karen A. Foss berpendapat, komunikasi adalah pertukaran ide atau
pemikiran, sehingga komunikasi diartikan sebagai proses berbagi pemahaman.[42]
- Dakwah menurut Jalaludin Rahmat, berasal
dari bahasa Arab yaitu da’watan asal katanya, da’a yad’u yang berarti
panggilan, ajakan seruan. Ahmad Mubarak mendefinisikan dakwah sebagai
upaya mengajak kejalan Allah SWT agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Menurut M. Quraish Shihab dakwah adalah seruan atau ajakan kepada
keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan
sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dakwah menurut Muhammad
Abduh, adalah menyeru kepada kebaikan, dan mencegah dari yang munkar yang
diwajibkan kepada setiap muslim. Arifin mengatakan dakwah sebagai kegiatan
ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya
yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha mempengaruhi orang
lain secara individual maupun kelompok, supaya timbul dalam dirinya suatu
pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran
agama sebagai pesan yang disampaikan padanya tanpa unsur paksaan.[43]
- Menurut bahasa Bikol (Jawa Kuno) Prof. Kern
mendefinisikan wayang adalah bayang-bayang, remang-remang.[44]
Menurut saya
definisi ini masih terlalu luas karena wayang adalah seni pertunjukan berupa
drama yang khas. Seni pertunjukan ini meliputi seni suara, seni sastra, seni
musik, seni tutur, seni rupa, dan lain-lain.
- Menurut Nederlands Indie Land Valk Geschie
denis En Bestuur Bedijr En Samenleving, Wayang adalah suatu permainan
bayangan pada kulit yang di bentangkan.[45]
- Menurut hazim amir wayang dan seni
pedalangan ini dapat disebut sebagai teater total.[46]
- G.A.J. Hazeu berpendapat bahwa pokok
pikiran untuk membuktikan asal-usul wayang kulit harus dicari dari bahasa
asal, darimana datangnya istilah alat-alat atau sarana pentas yang
digunakan dalam pertunjukan pertama kalinya pada zaman kuno atau semenjak
pertunjukan itu masih sangat sederhana.[47]
- Crawfurt berpendapat bahwa orang Jawa
adalah penemu drama polynesia. Sedangkan Hageman berkesimpulan, bahwa
wayang diciptakan oleh Raden Panji Kertapati dalam abad XII yaitu dalam
masa kejayaan kebudayaan yang dipengaruhihindu. Poensen berpendapat bahwa
teori Crawfurt tersebut terlalu jauh. Sedangkan teori Hageman dianggapnya
lebih mendekati kenyataan. Dan bagi poensen sendiri kemungkinan yang
paling dekat dengan kenyataan ialah bahwa pertunjukan wayang mula-mula
lahir diJawa dengan bantuan dan bimbingan orang Hindu.[48]
- Dalang adalah tukang
ngomong (pembicara), dalung artinya
bohong, dulang adalah tempat
untuk mengolah nasi.[49]
- Roh ilahi
adalah sebagai kenyataan
barang konkret yang dapat ditangkap oleh akal budi sebagai sintesa yang
mempersatukan. Dalam sastra
suluk roh ilahi
bermakna sebagai sebuah mata
rantai utama yang
menghubungkan antara Tuhan
dan Dunia.[50]
20. menurut
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss berpendapat, bahwa
komunikasi adalah pertukaran ide atau pemikiran
secara lisan,[51]
21. response adalah informasi
balik yang diterima pengirim pesan tentang pesan yang
telah di kirimkannya.[52]
22. barrier atau
noise yaitu gangguan atau
kendala yang akan
mengganggu pengiriman dan penerimaan pesan secara sempurna.[53]
23. Menurut E. F.
Hagen yang dikutip oleh Wasino, bahwa tradisi
yang turun-temurun diwariskan
bersifat ajek dan
hampir tidak ada perubahan. Apabila
ada perubahan sangat
sedikit sekali, tradisi,
kebiasaan dan sikap hidup diturunkan
ke setiap generasi.[54]
24. Koentjaraningrat yang
dikutip oleh Rusmin
Tumanggor, dkk, bahwa kebudayaan merupakan
perwujudan sistem budaya,
system sosial, dan
artefak, sehingga kebudayaan tersusun dari kognitif, normatif, dan
material.[55]
25. Rebo Legen adalah
suatu peringatan hari
lahir “weton”yang merupakan
kelahiran Anom Suroto.[56]
26. Integrasi sosial merupakan penerimaan
kesatuan dan persatuan
antarpribadi, antar kelompok,
namun tetap mengakui
perbedaan-perbedaan yang dimiliki
oleh setiap unsur.[57]
27. Istirja’
merupakan pernyataan kembali kepada Allah, bahwa sesungguhnya kita milik Allah
dan hanya kepada-Nya kita semua akan kembali dalam ajaran
Jawa dikenal sebagai “Sangkan Paraning Dumadi”asal mula dan tujuan akhir dari
semua yang di bumi ini.[58]
28. Pakem pedalangan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah panduan teknis bagi
calon dalang yang oleh keraton
digunakan sebagai sarana
melestarikan estetika pedalangan.
Panduan teknis tersebut menyangkut bangunan pertunjukan, struktur
adegan, sabet, catur, sulukan, iringan pakeliran, dan lakon.[59]
29.
Pakem sebuah
tata cara teknis
bagi dalang yang
oleh keraton digunakan sebagai sarana
melestarikan estetika pedalangan.
Tata cara teknis
tersebut menyangkut bangunan pertunjukan,
struktur adegan, sabet,
catur, sulukan, iringan
pakeliran, dan lakon.[60]
Saya rasa definisi
di atas terlalu sempit, karena pakem dalam kbbi adalah kuat atau mencekam
b.
Proposisi
- Dalang (walau masih dalam perdebatan)
dapat mengembangkan struktur cerita, baik dari segi alurnya, atau pun
unsur struktur lainnya, seperti perkembangan psikologis tokoh-tokohnya.[61]
- Dalang dituntut untuk selalu mengembangkan
wawasannya, baik dalam berbagai isu mutakhir dalam masyarakat maupun
berbagai latar belakang yang ada dalam masyarakat.[62]
- Penelitian lebih ditekankan bagaimana
sejarah kehidupan Ki Anom Suroto dapat mempengaruhi cerita atau lakon dari
lakon pewayangan yang didalangi oleh Ki Anom Suroto.[63]
- Penelitian ini membahas agama bukan
dipahami dalam konteks ajaran, ritual atau pun mitos.[64]
- Penelitian ini dilakukan untuk
menggambarkan suatu kelompok manusia, suatu kondisi, suatu obyek, suatu
sistem pemikiran atau suatu peristiwa.[65]
- Observasi ini dimaksudkan untuk
mengumpulkan data, yang dapat dilakukan secara langsung atau pun tidak
langsung.[66]
- Dilakukan melalui pencatatan pertanyaan
berupa pokok-pokok pertanyaan, atau berupa pencatatan pertanyaan yang
sudah terstruktur.[67]
- pertama, kepentingan yang diperjuangan
bagaimana seseorang menuturkan atau menuliskan sejarah.[68]
- Berbeda dengan bahasa Inggris yang menamai
kata sejarah dengan History yang berarti bukan cerita (khayalan) atau
fakta.[69]
- Kepentingan yang diperjuangan bagaimana
seseorang menuturkan atau menuliskan
sejarah.[70]
- menurut kamus kawi bali, kamus karangan
Van Der Tuuk, Hyang berarti Leluhur, atau orang Jawa mengatakanya sebagai
Eyang.[71]
- Bila arti kata Wod, yang dihubungkan
dengan wayang, maka ada persamaan seperti wayangan, layangan, sukma atau
arwah leluhur.[72]
- Dalam bahasa bugis “wayang atau bayang”.[73]
- penyajian wayang tidak hanya dilihat dari
unsur seni semata-mata tetapi mempunyai fungsi penerangan/komunikasi
pemerintah sejak dahulu sampai abad ke-XX ini dengan motif yang berbeda-beda
pula.[74]
- Masyarakat yang majemuk hidup diseluruh
wilayah nusantara.[75]
- gamelan atau musik melambangkan
keharmonisan hidup dan seterusnya.[76]
- Wayang Indonesia telah ada sejak jaman pra
sejarah.[77]
- Nenek moyang percaya bahwa roh
atau arwah orang yang meninggal
itu tetap hidup dan bisa
memberi pertolongan pada yang masih hidup. Karena itu roh dipuja-puja
dengan sebutan “hyang” atau “dahyang”. Para hyang ini di wujudkan dalam
bentuk patung atau gambar.[78]
- Beliau memperkenalkan agama Islam secara
luwes tanpa menghilangkan adat-istiadat /kesenian daerah.[79]
20.
Karya
monumental beliau lainnya adalah acara ritual Gerebeg Maulud yang asalnya dari
kegiatan tabligh/pengajian akbar yang diselenggarakan para wali di masjid Demak
untuk memperingati Maulud Nabi,[80]
21.
Mismar
berarti paku. Tokoh ini dijadikan pengokoh (paku) terhadap semua kebenaran yang
ada atau sebagai advicer dalam mencari kebenaran terhadap segala masalah. Agama
adalah pengokoh/pedoman hidup manusia.[81]
22.
Pada
dasarnya setiap manusia
umumnya memerlukan pamomong,
mengingat lemahnya manusia, hidupnya perlu orang lain (makhluk sosial) yang dapat
membantunya mengarahkan atau memberikan saran /pertimbangan.[82]
23.
Dalang dan
wayang adalah gambaran
yang cukup menggelitik dalam
perspektif mistik, yakni seperti terungkap dalam Serat Centhini, Pupuh kinanti.[83]
24.
Dalang
itu adalah wujud mutlak, Wayang
merupakan wujud roh Ilahi, sedangkan kelir adalah esensi yang pasti.[84]
25.
Ketika
dalang berfungsi sebagai juru dakwah atau muballig, maka dalang harus mempunyai
pengetahuan agama.[85]
26.
dalang sebagian
orang menyebutnya sebagai
penerus para wali.[86]
27.
Andi Faisal
Bakti menegaskan komunikasi yang
dilakukanoleh dalang seharusnya
dapat memberikan efek yang bermanfaat untuk para penontonnya, sekaligus
memiliki efek memuaskan.[87]
28.
Ki
Anom Suroto sebagai seorang dalang, tidak bisa terlepas dari sejarah kehidupan
yang ia lalui.[88]
29.
Ki Anom
Suroto adalah seorang
dalang yang memang lahir
dari keluarga dalang.[89]
30.
Kakek
Anom Suroto Ki
Harjomartoyo, adalah dalang
yang sangat dikenal
di kalangan masyarakat Surakarta.[90]
31.
Pegelaran
wayang, yang digelar dengan didalangi oleh Ki Hardjomartoyo selalu ditonton
oleh masyarakat.[91]
32.
Ki Hardjodarsono
adalah kakek Ki
Anom Suroto.[92]
33.
Ki Anom
Suroto merupakan anak
pertama dari sebelas
bersaudara.[93]
34.
Ki
Anom Suroto sebagai
manusia tidak bisa
terpisahkan dengan kebudayaan dan
kebudayaan yang dikembangkannya.[94]
35.
Ki Anom
Suroto merupakan penganut kebudayaan
dan sekaligus pembawa kebudayaan
yaitu wayang sebagai budaya asli Jawa.[95]
36.
Ki
Anom Suroto sebagai seorang subjek sejarah, merupakan seorang tokoh yang sangat
penting dalam lestarinya
kebudayaan Jawa, dalam
hal ini wayang.[96]
37.
Kehebatan Ki
Anom Suroto sebagai
seorang pedalang dikukhkan
pula dengan berbagai penghargaan.[97]
38.
Ki Anom
Suroto memang seorang
yang tidak bisa
lepas dari dalang.[98]
39.
Ki
Anom Suroto selalu terlibat pada setiap kegiatan sosial kemasyarakatan: Ronda,
Kerja bakti, menjadi panitia dalam setiap
kegiatan warga.[99]
40.
Sampai saat
ini belum ada
dalang yang mengalahkan
ketenaran dan kemahalan dalam
honorariun untuk mengundang atau menanggap Anom Suroto.[100]
41.
Ki Anom
Suroto, adalah orang
yang sangat sadar
bahwa budaya, dalam hal ini seni pagelaran wayang.[101]
42.
Gangguan atau
kendala yang akan mengganggu pagelaran yang dilakukan oleh Ki Anom
Suroto dapat di atasi oleh Ki
Anom Suroto. Gangguan
yang biasa terjadi
adalahgangguan berbentuk-bentuk
seperti bahasa yang
di gunakan, media
yang di pakai,
cara penulisan lakon, atau kendala sederhana lainnya seperti suara-suara
yang datang dari luar yang
tak dapat dikontrol
oleh pedalang sehingga
pesan yang dikirim tidak sampai kepada pendengar.[102]
c.
Penarikan kesimpulan
- Disimpulkan bahwa
sejarah diartikan sebagai pohon hidup,
yang dimulai dari
biji yang ditanam,
akar yang tumbuh,
batang yang meninggi, cabang
yang mengembang, ranting
yang menyebar sampai
ke dahan yang patah tumbuh hilang berganti.[103]
Penarikan kesimpulan ini
termasuk geeralisasi
- Keberhasilan
para wali dalam mengembangkan dakwah Islam bukan hanya berlandaskan kepada
kebijaksanaan, penuh kasih dalam bertegur sapa dan sopan santun, akan
tetapi dalam bertutur kata sangat toleran dan akomodatif terhadap budaya
yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga diterima di pulau
Jawa dalam waktu yang singkat.[104]
Penarikan kesimpulan
ini termasuk sebab akibat
- Dapat
disimpulkan bahwa wayang artinya adalah bayangan yang bergoyang,
bolak-balik (berulang-ulang) atau mondar-mandir tidak tetap tempatnya[105]
Penarikan kesimpulan
ini termasuk generalisasi
- Dapat
disimpulkan bahwa wayang dapat digunakan sebagai media peraga, oleh orang
yang membawakannya.[106]
Penarikan kesimpulan
di atas termasuk generalisasi
- Sehingga jika digabungkan arti dalang adalah suka
berbohong untuk mendapatkan sesuap nasi.[107]
- Pandangan ini
mengisyaratkan bahwa Tuha
ibarat Dalang yang
menggerakkan wayang
(manusia). Manusia sebagai
pancaran tuhan yang
sama-sama berada dalam alam
smesta (kelir).[108]
- Maksudnya
adalah sebagai berikut yang digunakan perumpamaan sebagai Gusti dan
manusia, tidak lain seperti kaitan antara dalang dan wayang. Dalang adalah
symbol yang dipuji dan wayang adalah symbol yang memuji.[109]
- menurut
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss berpendapat, bahwa
komunikasi adalah pertukaran ide
atau pemikiran secara
lisan, sehingga pesan
yang ingin ditransmisikan atau dikirimkan, merupakan informasi yang
dapat dipahami atau
dapat dimengerti oleh para
penontonnya.[110]
- Oleh
karena itu komunikasi yang dijalin oleh dalang dengan penontonnya, merupakan komunikasi yang
tidak mungkin terjalin
tanpa ada kesadaran terhadap
penerima pesan komunikasi, tentang apa yang bisa dimaknai dari pesan
yang diterima dan
apa yang akan
di lakukan dengan
pesan yang di terima tersebut.[111]
- Ki Hardjodarsono adalah
kakek Ki Anom
Suroto, mempunyai kesamaan
sebagai dalang. Kesamaan yang dimaksud adalah ketiganya memiliki dasar
suara yang bagus, dan disetiap pagelaran yang dilakukan mempunyai lakon
atau cerita memiliki
kelebihan semu,artinya
di setiap lawakan
atau guyonan terkesan lucu.[112]
Penarikan kesimpulan
di atas termasuk generalisai
- Subjek sejarah
tidak bisa dimiliki
oleh selain manusia
seperti tumbuhan dan hewan, meskipun keduanya mempunyai
rentang waktu dalam perkembangannya,
sehingga tumbuhan dan
hewan walaupun berkembang dari masa ke
masa tetap tidak
memiliki sejarah. Sejarah
hanyalah menyangkut
aktivitas manusia dalam ruang dan waktu, sehingga manusia, ruang dan waktu
merupakan faktor penentu
terbentuknya sejarah.[113]
- Penghargaan
yang didapat baik dari dalam negri maupun dari luar negri, dapat dipahami
bahwa Ki Anom
Suroto bergaul dengan
berbagai kelompok sosial. Ki
Anom Suroto bergaul erat bukan hanya dengan masyarakat yang ada di
sekeliling rumahnya akan tetapi ia pun bergaul lebih luas lagi dengan
masyarakat duni. Pergaulan itulah yang menunjukkan Ki Anom Suroto ini
sangat erat dengan di mana ia tinggal dan bersama siapa ia bergaul.[114]
- Pengetahuan dan
latar belakang kemampuan ilmu
yang dimiliki oleh
Ki Anom Suroto, dapat terlihat dalam penceritaan lakon. Lakon yang
diceritakan dan gaya pendalangan Ki Anom Suroto sangat terpengaruh dengan
pengetahuan yang dimilikinya.85Sehingga
Ki Anom Suroto
dalam setiap mendalang memiliki
ciri dan karateristik dalam melakukan pementasan wayang.[115]
- Perbedaan,
gaya Surakarta, Yogyakarta dan
Banyumasan, adalah meliputi
sabetan (gerak wayang), jantunan
(cerita dhalang yang di deklamasikan dan diiringi oleh suara gamelan yang
ditabuh lirih pelan-pelan), cariyos
atau kandha, Ginem
atau Pocapan, Suluk, Tembang,
Dhodhogan, Kepyakan atau
keprakan, Gerong (koor
pria), dan Shindenan (nyanyian sinden).[116]
- Adapun
sisi persamaan dari tiga versi tersebut, secara umum terletak pada alur
ceritanya yang kebanyakan digubah dari kitab aslinya, yaitu kitab
Ramayanadan Mahabarata sebagai kbagian dari
kitab agama Hindu,
semuanya mengandung ajaran
nila moral yang mempunyai tujuan
utama yaitu memberikan petunjuk
‘Hudan’ kepada manusi menuju
jalan yang baik
dan benar jalan
yang dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk memacu
cipta, rasa dan karsa manusia agar tergugah untuk ikut
memperindah bebrayan
agunguntuk ikut mahayu hayuning
bawana sebagai rahmah li al-‘alamin.[117]
- Perbedaan dalam
hal apa pun,
seperti budaya, merupakan hal
yang niscaya. Budaya tidak
bisa dipahami secara
stereotipe, dengan mengeneralisir sikap secara keseluruhan.
Budaya tidak ada yang lebih unggul dari budaya yang lain. justru
yang baik adalah
bagaimana antar budaya
tersebut dapat
dikomunikasikan.[118]
Penarikan kesimpulan
ini termasuk generalisasi
- Akan
tetapi ki Anom
Suroto, berprinsip bahwa
yang terpenting adalah
substansi dari pesan yang
diterima oleh para
penontonnya. Oleh karena
itu wajar apabila
ki Anom Suroto disebut juga sebagai manipulator dan pencipta
kebudayaan.[119]
Penarikan kesimpulan
ini termasuk ke dalam sebab akibat
- Hidup
di dunia ibarat hanya singgah
sebantar untuk minum.
Oleh karena itu
pandangan Jawa tentang dunia
yang fana’ini disebut sebagai alam madya atau mayapadya artinya alam yang
terletak di tengah antara alam purwadan wasana, tetapi alam purwadan alam
wasanaitu hakekatnya satu. 175
- Pagelaran
wayang yang dilakukan oleh Ki Anom Suroto, cendrung tidak mengalami gangguan
yang berarti. Pagelaran Ki
Anom Suroto justru
sangat disukai oleh masyarakat, karena lakon yang diceritakan
menggunakan bahasa dan cerita yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi yang
terdapat pada
masyarakat. cerita atau
lakon yang dimainkan selalu
ada penyesuaian dengan situasi yang ada di
masyarakat.Akan tetapi gangguan masih
tetap ada terlebih dari
sebagian kecil kelompok
masyarakat yang kurang toleran terhadap hidupnya kebudayaan atau seni yang
ada pada masyarakat. gangguan atau cendrung disebut tantangan bagi para dalang,
termasuk Ki Anom Suroto adalah terdapat sekelompok masyarakat atau organisasi keagamaan yang
mengatakan bahwa kesenian wayang
itu musyrik.[120]
[1] Saepullah, Laila Nur Habibah, and Leni Purnama Dewi, “Kaji Tindak
Model Pemebelajaran Cooperatif Script untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada
Pembelajaran PAI Materi Ikhlas, Sabar
dan Pemaaf Siswa Kelas VII SMP Muara Ilmu Tahun Pelajaran 2018-2019” 9, no. 1
(2019): hlm. 31.
[2] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.
[3] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.
[4] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.
[5] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.
[6] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.
[7] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 32.
[8] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 33.
[9] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 33.
[10] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 34.
[11] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 34.
[12] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 37.
[13] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 30.
[14] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 30.
[15] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.
[16] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.
[17] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.
[18] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.
[19] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 34.
[20] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 35.
[21] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 37.
[22] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 37.
[23] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 30.
[24] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 31.
[25] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 33.
[26] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 34.
[27] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 35.
[28] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 35.
[29] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 36.
[30] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 38.
[31] Saepullah, Nur
Habibah, and Purnama Dewi, hlm. 38.
[32] Alip Nuryanto and Saepullah Saepullah, “Wayang Kulit Sebagai Media
Dakwah KI Anom Suroto,” Ri’ayah: Jurnal Sosial dan Keagamaan 5, no. 02
(January 12, 2021): hlm. 153, https://doi.org/10.32332/riayah.v5i02.2806.
[33] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 154.
[34] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 154.
[35] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 154.
[36] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 155.
[37] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 154.
[38] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 156.
[39] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 156.
[40] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 156.
[41] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 157.
[42] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 158.
[43] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 158.
[44] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 159.
[45] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 160.
[46] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 161.
[47] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 162.
[48] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 162.
[49] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 165.
[50] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 165.
[51] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 166.
[52] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[53] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[54] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[55] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[56] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 172.
[57] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 173.
[58] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 174.
[59] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 175.
[60] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 176.
[61] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 153.
[62] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 153.
[63] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 155.
[64] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 155.
[65] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 155.
[66] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 155.
[67] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 155.
[68] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 156.
[69] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 156.
[70] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 157.
[71] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 160.
[72] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 160.
[73] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 160.
[74] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 160.
[75] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 160.
[76] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 161.
[77] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 161.
[78] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 162.
[79] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 163.
[80] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 163.
[81] Nuryanto and Saepullah,
hlm. 163.
[82] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 164.
[83] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 165.
[84] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 165.
[85] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 166.
[86] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 166.
[87] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 166.
[88] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[89] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[90] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[91] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[92] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[93] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[94] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 168.
[95] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 168.
[96] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 168.
[97] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 169.
[98] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 169.
[99] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 170.
[100] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 171.
[101] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 172.
[102] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 177.
[103] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 157.
[104] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 159.
[105] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 160.
[106] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 164.
[107] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 165.
[108] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 165.
[109] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 165.
[110] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 166.
[111] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 166.
[112] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 167.
[113] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 168.
[114] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 170.
[115] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 170.
[116] Nuryanto and Saepullah,
hlm. 171.
[117] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 172.
[118] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 172-173.
[119] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 173.
[120] Nuryanto and
Saepullah, hlm. 174.
Komentar
Posting Komentar